Senin, 29 Juni 2009

Buruknya Infrastruktur Picu Inflasi Jambi


MEDIAJAMBI—Buruknya kondisi infrastruktur, khususnya ruas jalan menjadi penyebab utama berfluktuatifnya angka inflasi di Jambi. Bahkan sejak sembilan tahun terakhir, terjadi kecenderungan inflasi lebih tinggi dari angka nasional setiap siklus dua tahunan. Dibutuhkan langkah pegendalikan laju inflasi untuk keseimbangan harga, ketersediaan stok dan daya beli masyarakat.
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank In­donesia, Soeko Wardoyo me­ngatakan, semua pihak ha­rus mengambil peran dalam pe­ngendalian inflasi di Jambi. forum ini bertujuan menge­n­dalikan tekanan laju inflasi di da­erah. Untuk memenuhi pen­capaian sasaran inflasi se­cara nasional.
“Selama ini, belum semua da­erah memiliki tim pengen­da­lian inflasi,” ujar Soeko saat peluncuran Forum Ko­or­dinasi Pengendalian Inflasi Pro­vinsi Jambi di Kantor Bank Indonesia Jambi, Kamis (25/6) lalu.
Tim pengendali ini, terdiri da­ri unsur Bank Indonesia, Pe­merintah Provinsi dan Sa­tuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkup Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Ko­ta. Sejauh Ini, Soeko menilai masih lemahnya kapasitas dan peran SKPD dalam me­lakukan koordinasi pengen­da­lian inflasi di daerah.
Tugas tim kedepan, lan­jutnya, tidak hanya memo­ni­tor perkembangan inflasi. Na­mun melakukan identifikasi faktor penyebab inflasi serta lang­kah yang harus diambil un­tuk mengendalilkan laju in­flasi tersebut.

Dukungan Infrastruktur
Ketua Program Magister Eko­nomika Pembangunan Uni­ver­­sitas Jambi, Syurya Hi­da­yat mengatakan, sebagian be­sar kebutuhan pokok yang di­perdagangkan di Jambi dipa­sok dari luar daerah. “Komo­diti ini dikirim melalui jalan darat dari beberapa provinsi tetangga,” ujar Syurya.
Daerah pemasok tersebut seperti Provinsi Sumatera Ba­rat, Sumatera Selatan, Suma­tera Utara, Riau dan Lam­pung. Kondisi infrastruktur, khususnya jalan yang buruk sa­ngat mempengaruhi kelan­car­an arus barang dan harga jual di tingkat pedagang.
Kondisi ruas jalan rusak di Jambi mencapai 40 persen dari total panjang jalan nasional, pro­vinsi dan kabupaten Dari 2.387,08 kilometer, hanya 8089,37 kilometer dalam kon­disi baik. Selebihnya dalam kondisi sedang, rusak dan ru­sak berat. “Infrastruktur yang buruk, akan meningkatkan biaya distribusi yang dibe­ban­kan pada biaya produk barang,” lanjutnya.
Dampak lanjutan, akan mempengaruhi ketersediaan produk serta munculnya motif spekulasi harga oleh pedagang dan pengumpul ba­rang. Kecenderungan lain pe­nyebab inflasi, yaitu lam­bat­nya realisasi pencairan AP­BD. Pada triwulan pertama hingga ketiga, realisasi APBD dipastikan belum maksimal.
“Padahal realisasi APBD akan menstimulus percepatan urang beredar dan permintaan terhadap komoditas terten­tu,” ujar Syurya.
Tiga langkah dapat dila­ku­kan untuk meminimalkan laju inflasi di Jambi. Diantaranya melalui pemantauan penyaluran kredit yang bersifat konsumtif. Ko­munikasi dengan pihak perbankan, menurut Syurya, dapat dilakukan untuk mengefektifkan penggunaan dan penyaluran kredit perbankan.
Langkah kedua mempercepat pengaturan siklus pencairan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta pengembangan sektor ekonomi, terutama pada komoditas pemberi kontribusi terbesar pada inflasi.
“Juga diperlukan perhatian penuh pada ketersediaan infra­struktur darat, termasuk perbaikan jalan yang dalam kondisi buruk,” lanjutnya.
Kepala Badan Perencanaan Pem­bangunan Daerah, Fauzi Ansori mengatakan, penanganan terhadap laju inflasi harus segera dilakukan. Langkah yang dapat yaitu percepatan pelaksanaan APBD, pertumbuhan investasi dan pengembangan kebijakan One Village One Product.(jun)

Transaksi Lelang Agro Capai Rp 27 Miliar

MEDIAJAMBI—Sejak dilak­sanakan pada Desember 2005 lalu, akumulasi transaksi yang terjadi di pasar lelang agro de­ngan sistem forward men­capai Rp 27 Miliar. Kehadiran pedagang lokal dan luar da­erah, menjadi faktor utama ter­ciptanya pasar baru bagi ko­moditi hasil pertanian Jambi.
Staf Ahli Gubernur Bidang Eko­nomi Pembangunan, Ha­san Kasim mengatakan, ke­be­radaan pasar lelang diha­rap­kan dapat membuka kesem­patan bagi pedagang pe­ngum­pul dan petani lokal memasarkan produknya hingga luar daerah. “Tidak hanya itu, diharapkan pasar lelang juga mempersingkat distribusi barang dari petani kepada penjual,” ujar Hasan Kasim pada kegiatan Pasar Lelang Agro Jamabi, Selasa (2/6) lalu.
Transaksi yang terjadi, da­pat membangun sistem per­da­gangan yang praktis, trans­paran dan memenuhi harapan pembeli maupun pen­jual. Beberapa mata rantai dapat diputus, seperti teng­kulak, agen besar, dan seba­gainya. Para petani memper­oleh manfaat seperti berku­rangnya biaya angkut. Serta jaminan perputaran barang produksi dari produsen ke kon­sumen dalam periodik ter­tentu
Tidak hanya pedagang dan pembeli dari Jambi, ke­giatan lelang kali ini juga di­hadiri pedagang dari Sijun­jung, Padang, Bengkulu dan Lampung. “Jambi punya ba­nyak peluang. Kita harus te­rus mencari pasar baru untuk menjual komoditi daerah,” tambahnya.
Kepala Dinas Perindus­trian dan Perdagangan Pro­vinsi Jambi, Hasan Basri me­ngatakan, dari total transaksi Rp 25 miliar, nilai transaksi gagal hanya sebesar Rp 1,288 miliar. Gagalnya transaksi, terjadi akibat harga yang telah disepakati turun. Atau peda­gang pengumpul kekurangan modal membayar harga ba­rang yang telah disepakati.
Pada transaksi kali ini, hasil kesepakatan yang dibuat men­capai Rp 2.112.626.000. Tran­saksi terbesar pada ko­moditi Kopi Rp 440 juta, Pi­nang Rp 272,5 juta, Kentang Rp 270 juta, Coklat Rp 222,5 juta, Kulit manis Rp 211 juta dan beras Rp 222,426 juta.
Komoditi lain yang juga la­ku terjual seperti arang, buah-buahan, cabe, gula merah, ja­gung, kelapa, sayur mayur dan ubi jalar mencapai pu­luhan juta rupiah. Pada lelang kali ini, terlihat jumlah produk yang ditawarkan lebih ber­va­riatif dibanding lelang sebe­lumnya.
Kepala Dinas Perindus­trian dan Perdagangan Provinsi Bengkulu, Heri mengatakan, pasar komoditi pertanian di Bengkulu masih sangat kurang. Kehadiran pe­dagang dan pembeli dari Beng­kulu, diharapkan dapat membuka pasar baru bagi distribusi barang dari dan menuju Bengkulu.
“Kami berharap, transaksi yang terjadi nantinya mencapai Rp 5 miliar,” ujar Heri. Peluang ini, di­manfaatkan Disperindag Bengkulu guna menawarkan sejumlah komo­diti pertanian andalan. Seperti pi­nang, kemiri, kayu manis, kulit kayu, gula merah dan sejumlah makanan ringan.
Sementara Kepala Disperindag Padang, Herman mengatakan, pihaknya membawa komoditi beras solok yang sudah diperdagangkan di sejumlah swalayan di Sumatera Barat. “Kami tidak hanya membawa penjual, namun juga para pembeli untuk melihat komoditi yang dapat dibeli dari lelang ini,” kata Her­man.(jun)

Pola Hidup Bersih dan Jaminan Mutu Makanan

MEDIAJAMBI—Memini­mal­kan penggunaan bahan ber­bahaya seperti zat penga­wet, pewarna dan bahan kimia lain, dinilai sangat berbahaya bagi konsumsi produk-pro­duk makanan. Penggunaan ba­han tersebut harus dihin­dari, agar produk makanan khususnya dari industri kecil mampu bertahan dan tetap di­minati konsumen. Perilaku hi­dup bersih, harus diterapkan untuk menjamin keamanan pro­duk sebelum dan pasca jual.
Demikian terungkap pada pe­latihan Good Manufacturing Practise (GMP) menuju Desa Mandiri Pangan, di Hotel Aini, Jum’at (26/6) lalu. Ketua Bidang Industri Kecil Disperindag Provinsi Jambi, Toi­dowi mengatakan, pelaku in­dustri kecil seyogyanya me­nerapkan perilaku hidup ber­sih dalam memproduksi ma­kanan olahan sebelum dijual.
“Agar produk makanan yang dijual dapat memenuhi stan­dar mutu yang baik,” ujar Toi­dowi. Disamping itu, ma­sih ada pelaku industri yang meng­gunakan bahan kimia se­bagai bahan cam­puran da­lam produk makanannya. Selain cara berproduksi yang kurang memperhatikan stan­dar kebersihan.
Kepala Bidang Perdaga­ngan Dalam Negeri, Lesly An­dalusia mengatakan, pelati­han berlangsung selama tu­juh hari dihadiri pelaku in­dustri kecil se Provinsi Jambi. Materi pelatihan, diisi Balai Pe­ngujian Obat dan Makan­an (BPOM) dan Dinas Kese­hatan Provinsi Jambi.
“Peserta diberi bekal pe­nge­tahuan secara teori dan studi banding ke konsumen yang sudah berhasil menerap­kan pola produksi yang ber­sih dan benar,” ujar Lesly.
Penyuluh Sektor Industri Disperindag Provinsi Jambi, Ida Mariyanti mengatakan, se­dikitnya terdapat 4000 in­dus­tri kecil formal maupun in­formal se Provinsi Jambi. Dari jumlah ini, belum semuanya menerapkan pola hidup ber­sih dalam pengolahan bahan makanan sebelum dijual.
Tampilan kemasan yang ba­ik, tidak selamanya menun­jukkan proses produksi yang baik pula. “Kebersihan itu harus mencakup manusia, per­alatan dan tempat,” ujar Ida. Diakui, belum semua kon­sumen jeli dan teliti dalam me­nilai satu produk makanan.
Namun lain halnya jika pro­duk makanan sudah menga­rah pada pasar luar daerah dan ekspor. Para pembeli, bia­sanya akan menilai produk di­mulai dari cara pembuatan, pe­ngolahan hingga penge­masan.
Kurangnya perhatian pada kebersihan ditambah peng­gu­naan bahan kimia, dinilai sangat berbahaya bagi kelangsungan usa­ha yang lebih besar lagi. “Wa­lau­pun, pada sebagian produsen tidak begitu peduli pada faktor ini,” ujar­nya. Tidak sekadar tempat, harus ada perubahan sikap mental pelaku industri untuk mampu bertahan dan mengem­bang­kan usaha yang lebih besar lagi. “Masalahnya, belum semua pro­du­sen terbuka terhadap suatu masa­lah,” ujar Ida yang juga Pejabat Fungsional Penyuluh Perindustrian ini. (jun)

Rabu, 24 Juni 2009

Berita Ekonomi Edisi 343

Produsen Hortikultura Kabupaten Karo
Lirik Pedagang Jambi

MEDIA JAMBI—Panjangnya rantai distribusi barang dari produsen ke pedagang, menjadi sebab utama mahalnya harga komoditi perdagangan, terutama tanaman hortikultura. Memotong rantai distribusi dan menjamin pasokan, menjadi solusi yang dapat dilakukan untuk memberi keuntungan bagi kedua belah pihak.
Upaya ini, kemudian difasilitasi Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, melalui kegiatan kontak dagang dengan Disperindag Kota Jambi, Rabu (10/6) lalu.
Kepala Bidang Diskoperindag Kabupaten Karo, S Manulang mengatakan, 60 persen produksi sayur di Sumatera utara dipasok dari Kabupaten Karo. Daya serap konsumen di kabupaten hanya 6 persen. 93 persen produksi lain, dikirim ke beberapa daerah di luar Kabupaten dan Provinsi Sumatera Utara.
Inventarisasi yang dilakukan Diskoperindag Karo tahun 2006 menyimpulkan, Kota Jambi memiliki ruang pemasaran hasil produksi pertanian Karo. Peluang ini menjadi besar, mengingat sebagian besar buah dan sayur-sayuran yang dijual di Jambi didatangkan dari Provinsi Jawa Barat
“Padahal, jarak tempuh dari Kabupaten Karo lebih dekat dibandingkan dari Jawa Barat,” ujar Manulang. Dekatnya jarak dan jaminan ketersediaan pasokan, dapat menekan harga jual ditingkat pedagang. Disamping memberi keuntungan bagi petani sebagai produsen.
Di Kabupaten Karo sendiri, luas lahan untuk tanaman pertanian mencapai 93.391 hektar. Masing-masing, tanaman pekarangan 4.251 hektar, kebun campuran 22.896 hektar, tanaman perladangan 59.720 hektar dan tanaman perkebunan seluas 6.524 hektar.
Temu kontak pedagang, sekaligus menjadi langkah mempertemukan produsen di Kabupaten Karo dengan pedagang di Kota Jambi. Untuk memutus panjangnya rantai distribusi, sehingga mampu mengangkat pendapatan petani sekaligus menekan harga jual ditingkat pedagang. Pada akhirya, harga jual yang ditawarkan mampu terjangkau konsumen.
“Kita mengupayakan membangun kemitraan antara produsen dan pedagang di Jambi,” ujar Manulang. Beberapa produk yang ditawarkan, seperti Jagung, ubi jalar, kopi, jeruk, markisa, kentang, kubis, lobak, wortel, cabai, kol bunga, tomat, kemiri dan kakao.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jambi, Sabirin mencontohkan, Kota Jambi membutuhkan lima ton cabai perhari. Kebutuhan ini, sebagian besar dipasok dari luar daerah.
Lancarnya pasokan barang dagangan ke Kota Jambi, akan membuat harga jual di tingkat pedagang menjadi stabil. “Kalau cabai satu hari saja tidak masuk, dipastikan harganya naik hingga dua kali lipat,” ujar Sabirin.
Temu kontak pedagang, juga membuka jalur komunikasi antara pedagang dan pemasok di Kabupaten Karo. Dalam bentuk kesepakatan saling menguntungkan yang dibuat antar pelaku usaha di dua daerah.
Wakil ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah Jambi, Lexzie J Moear mengatakan, temu kontak pedagang tidak hanya sebatas perjanjian antar dua instansi. Namun harus ditindaklanjuti dengan upaya pendekatan dan menfasilitasi para pelaku usaha.
“Bagaimana kontak dagang dapat berlanjut hingga bisa memberi keuntungan kedua belah pihak,” ujar Lexzie.(jun)
Harga Cabai Merangkak Naik

MEDIA JAMBI—Memasuki minggu kedua Bulan Juni, harga cabai di pasar tradisional Angso Duo merangkak naik. Dari sebelumnya dijual Rp 8.000 perkilogram, kini melonjak hingga Rp 12.000 perkilogram. Terjadi kenaikan hingga 50 persen dari harga semula, baik ditingkat pedagang maupun agen cabai.
Pantauan Media Jambi Kamis (11/5) lalu menggambarkan, hampir semua agen cabai mengalami kenaikan harga. Baik cabai yang didatangkan dari dalam daerah maupun yang dipasok dari Pulau Jawa.
“Kemarin masih Rp 7.000, hari ini modalnya saja naik jadi Rp 10.500,” ujar Syafruddin (44), agen cabai di belakang Pasar Angso Duo. Menurut Syafruddin, kenaikan harga lebih disebabkan naiknya modal yang harus dibayar kepada pemasok di Pulau Jawa. Akibatnya, modal cabai lokal juga ikut merangkak naik.
Namun dipastikan, kondisi ini tidak akan bertahan lama. Terlebih, harga cabai cenderung berfluktuatif dan sering berubah-ubah. Pengaruh musim, menurutnya bukan menjadi faktor utama naik, atau turunnya harga bumbu dapur ini.
Darina (34), pedagang bumbu di Pasar Angso Duo mengatakan, naiknya harga cabai tidak begitu berpengaruh pada daya beli konsumen. Pasalnya, cabai sudah menjadi kebutuhan pokok setiap ibu rumah tangga.
“Memang berkurang sedikit, tapi tidak begitu banyak,” ujarnya. Bila sebelumnya ia mampu menjual hingga 30 kilogram perhari, saat ini jumlah terjual berkurang menjadi 25 kilogram perhari.
Kenaikan harga tidak sekadar terjadi di Pasar Angso Duo. Harga cabai di Pasar Simpang Pulai juga mengalami kenaikan harga. Pasalnya, hampir semua pedagang di sini membeli barang dagangan dari pedagang subuh di Pasar Angso Duo.
“Iya, belinya dari Angso, kalau disana naik kami juga ikutan naikkan harga,” ujar Ubai (47), pedagang bumbu di pasar ini. Sebagaimana pedagang di Angso Duo, Ubai mengaku tidak mengalami penurunan yang berarti pada jumlah pembeli. Terlebih, semua langganannya adalah pengusaha rumah makan dan cattering di Kota Jambi.(yen)

Pertambangan Sumbang PAD Terbesar

MUARASABAK—Sektor pertambangan minyak bumi dan gas (migas) menjadi penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tanjab Timur. Realisasi PAD dari sektor minyak hingga Desember 2008 mencapai Rp.48.83 miliar, sedangkan sumbangan sektor gas bumi mencapai Rp 34.94 miliar.
Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tanjab Timur, Safril mengatakan, penerimaan PAD sektor migas tahun 2009 direncanakan sebesar Rp 51,069 miliar.
“Untuk laporan Bulan Mei masih dalam tahap penyusunan,” ujar Safril. Adapun rencana penerimaan negara pada tahun 2009 mencapai Rp 15 Trilliun, dengan asumsi harga minyak US $ 45,5 dan nilai tukar Rp.11 Ribu per dolar Amerika.
Peraturan menteri keuangan No.50/PMK.07/2009, tentang penetapan perkiraan alokasi dana bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA), pertambangan minyak bumi dan gas bumi menyebutkan, hasil penerimaan akan dibagi ke seluruh kabupaten dan provinsi.
“Dana bagi hasil disesuaikan jumlah penjualan dan nilai tukar Dollar saat itu,” ujarnya.
Untuk Kabupaten Tanjab Timur, menurut Safril sumber pendapatan sektor pertambangan migas berasal dari eksplorasi yang dilakukan PT. Petrochina.(jun)