Senin, 29 Juni 2009
Buruknya Infrastruktur Picu Inflasi Jambi
MEDIAJAMBI—Buruknya kondisi infrastruktur, khususnya ruas jalan menjadi penyebab utama berfluktuatifnya angka inflasi di Jambi. Bahkan sejak sembilan tahun terakhir, terjadi kecenderungan inflasi lebih tinggi dari angka nasional setiap siklus dua tahunan. Dibutuhkan langkah pegendalikan laju inflasi untuk keseimbangan harga, ketersediaan stok dan daya beli masyarakat.
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Soeko Wardoyo mengatakan, semua pihak harus mengambil peran dalam pengendalian inflasi di Jambi. forum ini bertujuan mengendalikan tekanan laju inflasi di daerah. Untuk memenuhi pencapaian sasaran inflasi secara nasional.
“Selama ini, belum semua daerah memiliki tim pengendalian inflasi,” ujar Soeko saat peluncuran Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi Provinsi Jambi di Kantor Bank Indonesia Jambi, Kamis (25/6) lalu.
Tim pengendali ini, terdiri dari unsur Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkup Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sejauh Ini, Soeko menilai masih lemahnya kapasitas dan peran SKPD dalam melakukan koordinasi pengendalian inflasi di daerah.
Tugas tim kedepan, lanjutnya, tidak hanya memonitor perkembangan inflasi. Namun melakukan identifikasi faktor penyebab inflasi serta langkah yang harus diambil untuk mengendalilkan laju inflasi tersebut.
Dukungan Infrastruktur
Ketua Program Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Jambi, Syurya Hidayat mengatakan, sebagian besar kebutuhan pokok yang diperdagangkan di Jambi dipasok dari luar daerah. “Komoditi ini dikirim melalui jalan darat dari beberapa provinsi tetangga,” ujar Syurya.
Daerah pemasok tersebut seperti Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau dan Lampung. Kondisi infrastruktur, khususnya jalan yang buruk sangat mempengaruhi kelancaran arus barang dan harga jual di tingkat pedagang.
Kondisi ruas jalan rusak di Jambi mencapai 40 persen dari total panjang jalan nasional, provinsi dan kabupaten Dari 2.387,08 kilometer, hanya 8089,37 kilometer dalam kondisi baik. Selebihnya dalam kondisi sedang, rusak dan rusak berat. “Infrastruktur yang buruk, akan meningkatkan biaya distribusi yang dibebankan pada biaya produk barang,” lanjutnya.
Dampak lanjutan, akan mempengaruhi ketersediaan produk serta munculnya motif spekulasi harga oleh pedagang dan pengumpul barang. Kecenderungan lain penyebab inflasi, yaitu lambatnya realisasi pencairan APBD. Pada triwulan pertama hingga ketiga, realisasi APBD dipastikan belum maksimal.
“Padahal realisasi APBD akan menstimulus percepatan urang beredar dan permintaan terhadap komoditas tertentu,” ujar Syurya.
Tiga langkah dapat dilakukan untuk meminimalkan laju inflasi di Jambi. Diantaranya melalui pemantauan penyaluran kredit yang bersifat konsumtif. Komunikasi dengan pihak perbankan, menurut Syurya, dapat dilakukan untuk mengefektifkan penggunaan dan penyaluran kredit perbankan.
Langkah kedua mempercepat pengaturan siklus pencairan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta pengembangan sektor ekonomi, terutama pada komoditas pemberi kontribusi terbesar pada inflasi.
“Juga diperlukan perhatian penuh pada ketersediaan infrastruktur darat, termasuk perbaikan jalan yang dalam kondisi buruk,” lanjutnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Fauzi Ansori mengatakan, penanganan terhadap laju inflasi harus segera dilakukan. Langkah yang dapat yaitu percepatan pelaksanaan APBD, pertumbuhan investasi dan pengembangan kebijakan One Village One Product.(jun)
Transaksi Lelang Agro Capai Rp 27 Miliar
MEDIAJAMBI—Sejak dilaksanakan pada Desember 2005 lalu, akumulasi transaksi yang terjadi di pasar lelang agro dengan sistem forward mencapai Rp 27 Miliar. Kehadiran pedagang lokal dan luar daerah, menjadi faktor utama terciptanya pasar baru bagi komoditi hasil pertanian Jambi.
Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi Pembangunan, Hasan Kasim mengatakan, keberadaan pasar lelang diharapkan dapat membuka kesempatan bagi pedagang pengumpul dan petani lokal memasarkan produknya hingga luar daerah. “Tidak hanya itu, diharapkan pasar lelang juga mempersingkat distribusi barang dari petani kepada penjual,” ujar Hasan Kasim pada kegiatan Pasar Lelang Agro Jamabi, Selasa (2/6) lalu.
Transaksi yang terjadi, dapat membangun sistem perdagangan yang praktis, transparan dan memenuhi harapan pembeli maupun penjual. Beberapa mata rantai dapat diputus, seperti tengkulak, agen besar, dan sebagainya. Para petani memperoleh manfaat seperti berkurangnya biaya angkut. Serta jaminan perputaran barang produksi dari produsen ke konsumen dalam periodik tertentu
Tidak hanya pedagang dan pembeli dari Jambi, kegiatan lelang kali ini juga dihadiri pedagang dari Sijunjung, Padang, Bengkulu dan Lampung. “Jambi punya banyak peluang. Kita harus terus mencari pasar baru untuk menjual komoditi daerah,” tambahnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi, Hasan Basri mengatakan, dari total transaksi Rp 25 miliar, nilai transaksi gagal hanya sebesar Rp 1,288 miliar. Gagalnya transaksi, terjadi akibat harga yang telah disepakati turun. Atau pedagang pengumpul kekurangan modal membayar harga barang yang telah disepakati.
Pada transaksi kali ini, hasil kesepakatan yang dibuat mencapai Rp 2.112.626.000. Transaksi terbesar pada komoditi Kopi Rp 440 juta, Pinang Rp 272,5 juta, Kentang Rp 270 juta, Coklat Rp 222,5 juta, Kulit manis Rp 211 juta dan beras Rp 222,426 juta.
Komoditi lain yang juga laku terjual seperti arang, buah-buahan, cabe, gula merah, jagung, kelapa, sayur mayur dan ubi jalar mencapai puluhan juta rupiah. Pada lelang kali ini, terlihat jumlah produk yang ditawarkan lebih bervariatif dibanding lelang sebelumnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bengkulu, Heri mengatakan, pasar komoditi pertanian di Bengkulu masih sangat kurang. Kehadiran pedagang dan pembeli dari Bengkulu, diharapkan dapat membuka pasar baru bagi distribusi barang dari dan menuju Bengkulu.
“Kami berharap, transaksi yang terjadi nantinya mencapai Rp 5 miliar,” ujar Heri. Peluang ini, dimanfaatkan Disperindag Bengkulu guna menawarkan sejumlah komoditi pertanian andalan. Seperti pinang, kemiri, kayu manis, kulit kayu, gula merah dan sejumlah makanan ringan.
Sementara Kepala Disperindag Padang, Herman mengatakan, pihaknya membawa komoditi beras solok yang sudah diperdagangkan di sejumlah swalayan di Sumatera Barat. “Kami tidak hanya membawa penjual, namun juga para pembeli untuk melihat komoditi yang dapat dibeli dari lelang ini,” kata Herman.(jun)
Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi Pembangunan, Hasan Kasim mengatakan, keberadaan pasar lelang diharapkan dapat membuka kesempatan bagi pedagang pengumpul dan petani lokal memasarkan produknya hingga luar daerah. “Tidak hanya itu, diharapkan pasar lelang juga mempersingkat distribusi barang dari petani kepada penjual,” ujar Hasan Kasim pada kegiatan Pasar Lelang Agro Jamabi, Selasa (2/6) lalu.
Transaksi yang terjadi, dapat membangun sistem perdagangan yang praktis, transparan dan memenuhi harapan pembeli maupun penjual. Beberapa mata rantai dapat diputus, seperti tengkulak, agen besar, dan sebagainya. Para petani memperoleh manfaat seperti berkurangnya biaya angkut. Serta jaminan perputaran barang produksi dari produsen ke konsumen dalam periodik tertentu
Tidak hanya pedagang dan pembeli dari Jambi, kegiatan lelang kali ini juga dihadiri pedagang dari Sijunjung, Padang, Bengkulu dan Lampung. “Jambi punya banyak peluang. Kita harus terus mencari pasar baru untuk menjual komoditi daerah,” tambahnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jambi, Hasan Basri mengatakan, dari total transaksi Rp 25 miliar, nilai transaksi gagal hanya sebesar Rp 1,288 miliar. Gagalnya transaksi, terjadi akibat harga yang telah disepakati turun. Atau pedagang pengumpul kekurangan modal membayar harga barang yang telah disepakati.
Pada transaksi kali ini, hasil kesepakatan yang dibuat mencapai Rp 2.112.626.000. Transaksi terbesar pada komoditi Kopi Rp 440 juta, Pinang Rp 272,5 juta, Kentang Rp 270 juta, Coklat Rp 222,5 juta, Kulit manis Rp 211 juta dan beras Rp 222,426 juta.
Komoditi lain yang juga laku terjual seperti arang, buah-buahan, cabe, gula merah, jagung, kelapa, sayur mayur dan ubi jalar mencapai puluhan juta rupiah. Pada lelang kali ini, terlihat jumlah produk yang ditawarkan lebih bervariatif dibanding lelang sebelumnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bengkulu, Heri mengatakan, pasar komoditi pertanian di Bengkulu masih sangat kurang. Kehadiran pedagang dan pembeli dari Bengkulu, diharapkan dapat membuka pasar baru bagi distribusi barang dari dan menuju Bengkulu.
“Kami berharap, transaksi yang terjadi nantinya mencapai Rp 5 miliar,” ujar Heri. Peluang ini, dimanfaatkan Disperindag Bengkulu guna menawarkan sejumlah komoditi pertanian andalan. Seperti pinang, kemiri, kayu manis, kulit kayu, gula merah dan sejumlah makanan ringan.
Sementara Kepala Disperindag Padang, Herman mengatakan, pihaknya membawa komoditi beras solok yang sudah diperdagangkan di sejumlah swalayan di Sumatera Barat. “Kami tidak hanya membawa penjual, namun juga para pembeli untuk melihat komoditi yang dapat dibeli dari lelang ini,” kata Herman.(jun)
Pola Hidup Bersih dan Jaminan Mutu Makanan
MEDIAJAMBI—Meminimalkan penggunaan bahan berbahaya seperti zat pengawet, pewarna dan bahan kimia lain, dinilai sangat berbahaya bagi konsumsi produk-produk makanan. Penggunaan bahan tersebut harus dihindari, agar produk makanan khususnya dari industri kecil mampu bertahan dan tetap diminati konsumen. Perilaku hidup bersih, harus diterapkan untuk menjamin keamanan produk sebelum dan pasca jual.
Demikian terungkap pada pelatihan Good Manufacturing Practise (GMP) menuju Desa Mandiri Pangan, di Hotel Aini, Jum’at (26/6) lalu. Ketua Bidang Industri Kecil Disperindag Provinsi Jambi, Toidowi mengatakan, pelaku industri kecil seyogyanya menerapkan perilaku hidup bersih dalam memproduksi makanan olahan sebelum dijual.
“Agar produk makanan yang dijual dapat memenuhi standar mutu yang baik,” ujar Toidowi. Disamping itu, masih ada pelaku industri yang menggunakan bahan kimia sebagai bahan campuran dalam produk makanannya. Selain cara berproduksi yang kurang memperhatikan standar kebersihan.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Lesly Andalusia mengatakan, pelatihan berlangsung selama tujuh hari dihadiri pelaku industri kecil se Provinsi Jambi. Materi pelatihan, diisi Balai Pengujian Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan Provinsi Jambi.
“Peserta diberi bekal pengetahuan secara teori dan studi banding ke konsumen yang sudah berhasil menerapkan pola produksi yang bersih dan benar,” ujar Lesly.
Penyuluh Sektor Industri Disperindag Provinsi Jambi, Ida Mariyanti mengatakan, sedikitnya terdapat 4000 industri kecil formal maupun informal se Provinsi Jambi. Dari jumlah ini, belum semuanya menerapkan pola hidup bersih dalam pengolahan bahan makanan sebelum dijual.
Tampilan kemasan yang baik, tidak selamanya menunjukkan proses produksi yang baik pula. “Kebersihan itu harus mencakup manusia, peralatan dan tempat,” ujar Ida. Diakui, belum semua konsumen jeli dan teliti dalam menilai satu produk makanan.
Namun lain halnya jika produk makanan sudah mengarah pada pasar luar daerah dan ekspor. Para pembeli, biasanya akan menilai produk dimulai dari cara pembuatan, pengolahan hingga pengemasan.
Kurangnya perhatian pada kebersihan ditambah penggunaan bahan kimia, dinilai sangat berbahaya bagi kelangsungan usaha yang lebih besar lagi. “Walaupun, pada sebagian produsen tidak begitu peduli pada faktor ini,” ujarnya. Tidak sekadar tempat, harus ada perubahan sikap mental pelaku industri untuk mampu bertahan dan mengembangkan usaha yang lebih besar lagi. “Masalahnya, belum semua produsen terbuka terhadap suatu masalah,” ujar Ida yang juga Pejabat Fungsional Penyuluh Perindustrian ini. (jun)
Demikian terungkap pada pelatihan Good Manufacturing Practise (GMP) menuju Desa Mandiri Pangan, di Hotel Aini, Jum’at (26/6) lalu. Ketua Bidang Industri Kecil Disperindag Provinsi Jambi, Toidowi mengatakan, pelaku industri kecil seyogyanya menerapkan perilaku hidup bersih dalam memproduksi makanan olahan sebelum dijual.
“Agar produk makanan yang dijual dapat memenuhi standar mutu yang baik,” ujar Toidowi. Disamping itu, masih ada pelaku industri yang menggunakan bahan kimia sebagai bahan campuran dalam produk makanannya. Selain cara berproduksi yang kurang memperhatikan standar kebersihan.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Lesly Andalusia mengatakan, pelatihan berlangsung selama tujuh hari dihadiri pelaku industri kecil se Provinsi Jambi. Materi pelatihan, diisi Balai Pengujian Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan Provinsi Jambi.
“Peserta diberi bekal pengetahuan secara teori dan studi banding ke konsumen yang sudah berhasil menerapkan pola produksi yang bersih dan benar,” ujar Lesly.
Penyuluh Sektor Industri Disperindag Provinsi Jambi, Ida Mariyanti mengatakan, sedikitnya terdapat 4000 industri kecil formal maupun informal se Provinsi Jambi. Dari jumlah ini, belum semuanya menerapkan pola hidup bersih dalam pengolahan bahan makanan sebelum dijual.
Tampilan kemasan yang baik, tidak selamanya menunjukkan proses produksi yang baik pula. “Kebersihan itu harus mencakup manusia, peralatan dan tempat,” ujar Ida. Diakui, belum semua konsumen jeli dan teliti dalam menilai satu produk makanan.
Namun lain halnya jika produk makanan sudah mengarah pada pasar luar daerah dan ekspor. Para pembeli, biasanya akan menilai produk dimulai dari cara pembuatan, pengolahan hingga pengemasan.
Kurangnya perhatian pada kebersihan ditambah penggunaan bahan kimia, dinilai sangat berbahaya bagi kelangsungan usaha yang lebih besar lagi. “Walaupun, pada sebagian produsen tidak begitu peduli pada faktor ini,” ujarnya. Tidak sekadar tempat, harus ada perubahan sikap mental pelaku industri untuk mampu bertahan dan mengembangkan usaha yang lebih besar lagi. “Masalahnya, belum semua produsen terbuka terhadap suatu masalah,” ujar Ida yang juga Pejabat Fungsional Penyuluh Perindustrian ini. (jun)
Rabu, 24 Juni 2009
Berita Ekonomi Edisi 343
Produsen Hortikultura Kabupaten Karo
Lirik Pedagang Jambi
MEDIA JAMBI—Panjangnya rantai distribusi barang dari produsen ke pedagang, menjadi sebab utama mahalnya harga komoditi perdagangan, terutama tanaman hortikultura. Memotong rantai distribusi dan menjamin pasokan, menjadi solusi yang dapat dilakukan untuk memberi keuntungan bagi kedua belah pihak.
Upaya ini, kemudian difasilitasi Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, melalui kegiatan kontak dagang dengan Disperindag Kota Jambi, Rabu (10/6) lalu.
Kepala Bidang Diskoperindag Kabupaten Karo, S Manulang mengatakan, 60 persen produksi sayur di Sumatera utara dipasok dari Kabupaten Karo. Daya serap konsumen di kabupaten hanya 6 persen. 93 persen produksi lain, dikirim ke beberapa daerah di luar Kabupaten dan Provinsi Sumatera Utara.
Inventarisasi yang dilakukan Diskoperindag Karo tahun 2006 menyimpulkan, Kota Jambi memiliki ruang pemasaran hasil produksi pertanian Karo. Peluang ini menjadi besar, mengingat sebagian besar buah dan sayur-sayuran yang dijual di Jambi didatangkan dari Provinsi Jawa Barat
“Padahal, jarak tempuh dari Kabupaten Karo lebih dekat dibandingkan dari Jawa Barat,” ujar Manulang. Dekatnya jarak dan jaminan ketersediaan pasokan, dapat menekan harga jual ditingkat pedagang. Disamping memberi keuntungan bagi petani sebagai produsen.
Di Kabupaten Karo sendiri, luas lahan untuk tanaman pertanian mencapai 93.391 hektar. Masing-masing, tanaman pekarangan 4.251 hektar, kebun campuran 22.896 hektar, tanaman perladangan 59.720 hektar dan tanaman perkebunan seluas 6.524 hektar.
Temu kontak pedagang, sekaligus menjadi langkah mempertemukan produsen di Kabupaten Karo dengan pedagang di Kota Jambi. Untuk memutus panjangnya rantai distribusi, sehingga mampu mengangkat pendapatan petani sekaligus menekan harga jual ditingkat pedagang. Pada akhirya, harga jual yang ditawarkan mampu terjangkau konsumen.
“Kita mengupayakan membangun kemitraan antara produsen dan pedagang di Jambi,” ujar Manulang. Beberapa produk yang ditawarkan, seperti Jagung, ubi jalar, kopi, jeruk, markisa, kentang, kubis, lobak, wortel, cabai, kol bunga, tomat, kemiri dan kakao.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jambi, Sabirin mencontohkan, Kota Jambi membutuhkan lima ton cabai perhari. Kebutuhan ini, sebagian besar dipasok dari luar daerah.
Lancarnya pasokan barang dagangan ke Kota Jambi, akan membuat harga jual di tingkat pedagang menjadi stabil. “Kalau cabai satu hari saja tidak masuk, dipastikan harganya naik hingga dua kali lipat,” ujar Sabirin.
Temu kontak pedagang, juga membuka jalur komunikasi antara pedagang dan pemasok di Kabupaten Karo. Dalam bentuk kesepakatan saling menguntungkan yang dibuat antar pelaku usaha di dua daerah.
Wakil ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah Jambi, Lexzie J Moear mengatakan, temu kontak pedagang tidak hanya sebatas perjanjian antar dua instansi. Namun harus ditindaklanjuti dengan upaya pendekatan dan menfasilitasi para pelaku usaha.
“Bagaimana kontak dagang dapat berlanjut hingga bisa memberi keuntungan kedua belah pihak,” ujar Lexzie.(jun)
Harga Cabai Merangkak Naik
MEDIA JAMBI—Memasuki minggu kedua Bulan Juni, harga cabai di pasar tradisional Angso Duo merangkak naik. Dari sebelumnya dijual Rp 8.000 perkilogram, kini melonjak hingga Rp 12.000 perkilogram. Terjadi kenaikan hingga 50 persen dari harga semula, baik ditingkat pedagang maupun agen cabai.
Pantauan Media Jambi Kamis (11/5) lalu menggambarkan, hampir semua agen cabai mengalami kenaikan harga. Baik cabai yang didatangkan dari dalam daerah maupun yang dipasok dari Pulau Jawa.
“Kemarin masih Rp 7.000, hari ini modalnya saja naik jadi Rp 10.500,” ujar Syafruddin (44), agen cabai di belakang Pasar Angso Duo. Menurut Syafruddin, kenaikan harga lebih disebabkan naiknya modal yang harus dibayar kepada pemasok di Pulau Jawa. Akibatnya, modal cabai lokal juga ikut merangkak naik.
Namun dipastikan, kondisi ini tidak akan bertahan lama. Terlebih, harga cabai cenderung berfluktuatif dan sering berubah-ubah. Pengaruh musim, menurutnya bukan menjadi faktor utama naik, atau turunnya harga bumbu dapur ini.
Darina (34), pedagang bumbu di Pasar Angso Duo mengatakan, naiknya harga cabai tidak begitu berpengaruh pada daya beli konsumen. Pasalnya, cabai sudah menjadi kebutuhan pokok setiap ibu rumah tangga.
“Memang berkurang sedikit, tapi tidak begitu banyak,” ujarnya. Bila sebelumnya ia mampu menjual hingga 30 kilogram perhari, saat ini jumlah terjual berkurang menjadi 25 kilogram perhari.
Kenaikan harga tidak sekadar terjadi di Pasar Angso Duo. Harga cabai di Pasar Simpang Pulai juga mengalami kenaikan harga. Pasalnya, hampir semua pedagang di sini membeli barang dagangan dari pedagang subuh di Pasar Angso Duo.
“Iya, belinya dari Angso, kalau disana naik kami juga ikutan naikkan harga,” ujar Ubai (47), pedagang bumbu di pasar ini. Sebagaimana pedagang di Angso Duo, Ubai mengaku tidak mengalami penurunan yang berarti pada jumlah pembeli. Terlebih, semua langganannya adalah pengusaha rumah makan dan cattering di Kota Jambi.(yen)
Pertambangan Sumbang PAD Terbesar
MUARASABAK—Sektor pertambangan minyak bumi dan gas (migas) menjadi penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tanjab Timur. Realisasi PAD dari sektor minyak hingga Desember 2008 mencapai Rp.48.83 miliar, sedangkan sumbangan sektor gas bumi mencapai Rp 34.94 miliar.
Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tanjab Timur, Safril mengatakan, penerimaan PAD sektor migas tahun 2009 direncanakan sebesar Rp 51,069 miliar.
“Untuk laporan Bulan Mei masih dalam tahap penyusunan,” ujar Safril. Adapun rencana penerimaan negara pada tahun 2009 mencapai Rp 15 Trilliun, dengan asumsi harga minyak US $ 45,5 dan nilai tukar Rp.11 Ribu per dolar Amerika.
Peraturan menteri keuangan No.50/PMK.07/2009, tentang penetapan perkiraan alokasi dana bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA), pertambangan minyak bumi dan gas bumi menyebutkan, hasil penerimaan akan dibagi ke seluruh kabupaten dan provinsi.
“Dana bagi hasil disesuaikan jumlah penjualan dan nilai tukar Dollar saat itu,” ujarnya.
Untuk Kabupaten Tanjab Timur, menurut Safril sumber pendapatan sektor pertambangan migas berasal dari eksplorasi yang dilakukan PT. Petrochina.(jun)
Lirik Pedagang Jambi
MEDIA JAMBI—Panjangnya rantai distribusi barang dari produsen ke pedagang, menjadi sebab utama mahalnya harga komoditi perdagangan, terutama tanaman hortikultura. Memotong rantai distribusi dan menjamin pasokan, menjadi solusi yang dapat dilakukan untuk memberi keuntungan bagi kedua belah pihak.
Upaya ini, kemudian difasilitasi Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara, melalui kegiatan kontak dagang dengan Disperindag Kota Jambi, Rabu (10/6) lalu.
Kepala Bidang Diskoperindag Kabupaten Karo, S Manulang mengatakan, 60 persen produksi sayur di Sumatera utara dipasok dari Kabupaten Karo. Daya serap konsumen di kabupaten hanya 6 persen. 93 persen produksi lain, dikirim ke beberapa daerah di luar Kabupaten dan Provinsi Sumatera Utara.
Inventarisasi yang dilakukan Diskoperindag Karo tahun 2006 menyimpulkan, Kota Jambi memiliki ruang pemasaran hasil produksi pertanian Karo. Peluang ini menjadi besar, mengingat sebagian besar buah dan sayur-sayuran yang dijual di Jambi didatangkan dari Provinsi Jawa Barat
“Padahal, jarak tempuh dari Kabupaten Karo lebih dekat dibandingkan dari Jawa Barat,” ujar Manulang. Dekatnya jarak dan jaminan ketersediaan pasokan, dapat menekan harga jual ditingkat pedagang. Disamping memberi keuntungan bagi petani sebagai produsen.
Di Kabupaten Karo sendiri, luas lahan untuk tanaman pertanian mencapai 93.391 hektar. Masing-masing, tanaman pekarangan 4.251 hektar, kebun campuran 22.896 hektar, tanaman perladangan 59.720 hektar dan tanaman perkebunan seluas 6.524 hektar.
Temu kontak pedagang, sekaligus menjadi langkah mempertemukan produsen di Kabupaten Karo dengan pedagang di Kota Jambi. Untuk memutus panjangnya rantai distribusi, sehingga mampu mengangkat pendapatan petani sekaligus menekan harga jual ditingkat pedagang. Pada akhirya, harga jual yang ditawarkan mampu terjangkau konsumen.
“Kita mengupayakan membangun kemitraan antara produsen dan pedagang di Jambi,” ujar Manulang. Beberapa produk yang ditawarkan, seperti Jagung, ubi jalar, kopi, jeruk, markisa, kentang, kubis, lobak, wortel, cabai, kol bunga, tomat, kemiri dan kakao.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jambi, Sabirin mencontohkan, Kota Jambi membutuhkan lima ton cabai perhari. Kebutuhan ini, sebagian besar dipasok dari luar daerah.
Lancarnya pasokan barang dagangan ke Kota Jambi, akan membuat harga jual di tingkat pedagang menjadi stabil. “Kalau cabai satu hari saja tidak masuk, dipastikan harganya naik hingga dua kali lipat,” ujar Sabirin.
Temu kontak pedagang, juga membuka jalur komunikasi antara pedagang dan pemasok di Kabupaten Karo. Dalam bentuk kesepakatan saling menguntungkan yang dibuat antar pelaku usaha di dua daerah.
Wakil ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah Jambi, Lexzie J Moear mengatakan, temu kontak pedagang tidak hanya sebatas perjanjian antar dua instansi. Namun harus ditindaklanjuti dengan upaya pendekatan dan menfasilitasi para pelaku usaha.
“Bagaimana kontak dagang dapat berlanjut hingga bisa memberi keuntungan kedua belah pihak,” ujar Lexzie.(jun)
Harga Cabai Merangkak Naik
MEDIA JAMBI—Memasuki minggu kedua Bulan Juni, harga cabai di pasar tradisional Angso Duo merangkak naik. Dari sebelumnya dijual Rp 8.000 perkilogram, kini melonjak hingga Rp 12.000 perkilogram. Terjadi kenaikan hingga 50 persen dari harga semula, baik ditingkat pedagang maupun agen cabai.
Pantauan Media Jambi Kamis (11/5) lalu menggambarkan, hampir semua agen cabai mengalami kenaikan harga. Baik cabai yang didatangkan dari dalam daerah maupun yang dipasok dari Pulau Jawa.
“Kemarin masih Rp 7.000, hari ini modalnya saja naik jadi Rp 10.500,” ujar Syafruddin (44), agen cabai di belakang Pasar Angso Duo. Menurut Syafruddin, kenaikan harga lebih disebabkan naiknya modal yang harus dibayar kepada pemasok di Pulau Jawa. Akibatnya, modal cabai lokal juga ikut merangkak naik.
Namun dipastikan, kondisi ini tidak akan bertahan lama. Terlebih, harga cabai cenderung berfluktuatif dan sering berubah-ubah. Pengaruh musim, menurutnya bukan menjadi faktor utama naik, atau turunnya harga bumbu dapur ini.
Darina (34), pedagang bumbu di Pasar Angso Duo mengatakan, naiknya harga cabai tidak begitu berpengaruh pada daya beli konsumen. Pasalnya, cabai sudah menjadi kebutuhan pokok setiap ibu rumah tangga.
“Memang berkurang sedikit, tapi tidak begitu banyak,” ujarnya. Bila sebelumnya ia mampu menjual hingga 30 kilogram perhari, saat ini jumlah terjual berkurang menjadi 25 kilogram perhari.
Kenaikan harga tidak sekadar terjadi di Pasar Angso Duo. Harga cabai di Pasar Simpang Pulai juga mengalami kenaikan harga. Pasalnya, hampir semua pedagang di sini membeli barang dagangan dari pedagang subuh di Pasar Angso Duo.
“Iya, belinya dari Angso, kalau disana naik kami juga ikutan naikkan harga,” ujar Ubai (47), pedagang bumbu di pasar ini. Sebagaimana pedagang di Angso Duo, Ubai mengaku tidak mengalami penurunan yang berarti pada jumlah pembeli. Terlebih, semua langganannya adalah pengusaha rumah makan dan cattering di Kota Jambi.(yen)
Pertambangan Sumbang PAD Terbesar
MUARASABAK—Sektor pertambangan minyak bumi dan gas (migas) menjadi penyumbang terbesar Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tanjab Timur. Realisasi PAD dari sektor minyak hingga Desember 2008 mencapai Rp.48.83 miliar, sedangkan sumbangan sektor gas bumi mencapai Rp 34.94 miliar.
Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tanjab Timur, Safril mengatakan, penerimaan PAD sektor migas tahun 2009 direncanakan sebesar Rp 51,069 miliar.
“Untuk laporan Bulan Mei masih dalam tahap penyusunan,” ujar Safril. Adapun rencana penerimaan negara pada tahun 2009 mencapai Rp 15 Trilliun, dengan asumsi harga minyak US $ 45,5 dan nilai tukar Rp.11 Ribu per dolar Amerika.
Peraturan menteri keuangan No.50/PMK.07/2009, tentang penetapan perkiraan alokasi dana bagi hasil Sumber Daya Alam (SDA), pertambangan minyak bumi dan gas bumi menyebutkan, hasil penerimaan akan dibagi ke seluruh kabupaten dan provinsi.
“Dana bagi hasil disesuaikan jumlah penjualan dan nilai tukar Dollar saat itu,” ujarnya.
Untuk Kabupaten Tanjab Timur, menurut Safril sumber pendapatan sektor pertambangan migas berasal dari eksplorasi yang dilakukan PT. Petrochina.(jun)
Langganan:
Postingan (Atom)